Elegi Jakarta III

Untuk seorang sahabat 

Air mata, alahlah sekali ini air mata dari hati yang mengandung durja,
Dan kelulah kekasih yang senantiasa berkisah, 
Tiadalah lagi senyum akan timbul karena suatu kemenangan 
Habislah segala kenangan-selalu pada fajar-selalu yang membawa harap. 

Sudah tahu, suatu kesalahan sekali, 
Telah merobah titik asal-harap, 
Dan karena gelombang yang memukul tinggi 
Dengan segala rahasia dan senjata yang ada dalam kerajaannya 
Telah jadikan suatu cinta yang masak-hidup lepas dari lembaga 
Dan gamitan tangan dan mata berhenti pada suatu keluh sedan dari jiwa yang berduka. 

Bangunlah kekasihku, berilah daku bahagia, 
Dari segala cahaya yang ada padamu. 
Bagiku, keluhan yang lama, akan 
Mematikan segala tindakan, 
Membuat lagak tiada punya tokoh 
Ucapan kehilangan asal dan bekas 
Serta ini pulau-banyak dan intan laut yang kukasihi, 
Akan menjadi suatu bencana dari kelumpuhan orang berpenyakit pitam. 

Aku akan hilang-lenyap, tiada meninggalkan nama.
Suatu sedih sangsai dari diriku, 
Atas suatu panggilan dengan suara kecil 
Dari laki-laki di depan laut di belakang gunung. 

Berikanlah suatu pekikan peri, 
Dan ini akan lebih membujuk 
Dari suatu mulut terbuka, tapi tiada berkara, 
Air mata yang terbayang, tetapi tiada berlinang 
Dari suatu kebisuan, dari suatu kebisuan 

Jika ini adalah suatu impian, 
Maka janganlah lagi bermimpi, 
Bagaimanapun terang malam, 
Sedang daku akan berjaga, 
Sampai sosok tali-dan-tiang 
Tergantung pada sinar pagi yang timbul. 

Suatu khianat yang telah memakan cinta 
Suatu kekecilan manusia yang enggan beryakin, 
Suatu noda, 
Dan suatu derita dari kekasih yang mengelu. 
............

Demikian sahabat mari berdoa, 
mari berdoa, 
Kita akan berdoa, Kita akan berdoa, 
Kita akan berdoa, untuk pagi-hari yang akan timbul.

Bogor, 13 Pebruari 1949 

-Asrul Sani

Puisi Terpopuler Bulan Ini

Aku