Elegi Jakarta I

Pada tapal terakhir sampai ke Jogja, 
bimbang telah datang pada nyala 
langit telah tergantung suram 
Kata-kata berantukan pada arti sendiri. 
Bimbang telah datang pada nyala 
dan cinta tanah air akan berupa 
peluru dalam darah 
serta nilai yang bertebaran sepanjang masa 
bertanya akan kesudahan ujian 
mati — atau tiada mati-matinya. 

O jenderal, bapa, bapa, 
tiadakah engkau hendak berkata untuk kesekian kali 
ataukah suatu kehilangan keyakinan 
hanya akan tetap tinggal pada tidak-sempurna, 
dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara 
akan hilang ditiup angin, karena 
ia berdiam di pasir kering. 

Oo jenderal, kami yang kini akan mati 
tiada lagi dapat melihat kelabu 
laut renangan Indonesia. 
O jenderal, kami yang kini akan jadi 
tanah, pasir, batu, dan air 
kami cinta kepada bumi ini. 
Ah mengapa pada hari-hari sekarang, matahari 
sangsi akan rupanya, dan tiada-pasti pada cahaya 
yang akan dikirim ke bumi. 

Jenderal, mari jenderal 
mari jalan di muka 
mari kita hilangkan sengketa ucapan 
dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan, 
engkau bersama kami, engkau bersama kami. 
Mari kita tinggalkan ibu kita 
mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa, 
mari jenderal mari 
sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya, 
mari jenderal — mari jenderal 
                                mari................

Bogor, 19 Januari 1949

-Asrul Sani

Puisi Terpopuler Bulan Ini

Aku